BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran adalah pedoman hidup manusia. Al-Quran
merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan pengertian wahyu sendiri adalah kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi-Nya sesuai dengan kebutuhan. Wahyu atau kalamullah
diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi-Nya melalui perantaraan Malaikat
Jibril alaihissalam.
Al-Quran juga diturunkan secara
mutawatir dan melalui berbagai cara dari Allah SWT. Dalam makalah ini kami akan
memberikan pengertian wahyu oleh beberapa ulama dan menjabarkan bagaimana cara wahyu Allah
diturunkan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etimologis dan terminologis pendapat Muhammad
Abduh tentang wahyu dan ilham ?
2. Bagaimana fenomena wahyu dan kemungkinan terjadinya pandangan
psikologi dan teknologi modern ?
3. Bagaimana cara wahyu Allah turun kepada Malaikat ?
4. Bagaimana cara wahyu Allah turun kepada Rasul ?
5. Bagaimana penyampaian wahyu oleh Malaikat kepada Rasul ?
C.
Tujuan
Mengetahui bagaimana pengertian
wahyu dan ilham menurut pendapat Muhammad Abduh, serta mengetahui bagaimana
cara-cara Wahyu di turunkan kepada Rasul.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendapat Etimologis dan Terminologis Wahyu
dan Ilham oeh Muhammad Abduh
Menurut syaikh Muhammad Abduh dalam bukunya
Risalatu’t-Tauhid, setelah
mengemukakan ta’arif wahyu menurut bahasa, mengatakan, “ Para ulama telah
membuat ta’arif wahyu menurut syara’ begini : wahyu itu ialah pemberitahuan
Allah Ta’ala kepada salah seorang Nabi-Nya tentang hukum agama dan sebangsanya.
Kami sendiri memiliki ta’arif wahyu berdasarkan syarat kami, bahwa wahyu itu
ialah pengetahuan yang diperoleh sesesorang dengan penuh keyakinan bahwa ia
semata-mata dari sisi Allah, dengan perantara atau tanpa perantara ; yang
pertama – dengan perantara – yaitu dengan suara nyata bagi pendengarnya , atau
tanpa suara. Perbedaan wahyu dan ilham itu perasaan (wijdan) yang diyakini hati
dan mendorong untuk mengikuti apa yang dicari dengan tidak terasa dari mana ia
datang. Ilham itu menyerupai perasaan haus, lapar, sedih dan gembira.”
Ta’arif ini mencangkup tiga macam
wahyu yang tercantum dalam firman Allah :
*$tBurtb%x.A|³u;Ï9br&çmyJÏk=s3ãª!$#wÎ)$·ômur÷rr&`ÏBÇ!#uurA>$pgÉo÷rr&@ÅöãZwqßuzÓÇrqãsù¾ÏmÏRøÎ*Î/$tBâä!$t±o4¼çm¯RÎ);Í?tãÒOÅ6ymÇÎÊÈ
Artinya : “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun
bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir
atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Asy Syuura ; 51)
Jadi arti wahyu disini ialah menjelmanya
(hadirnya) makna di dalam kalbu ; biasa dikatakan dengan tiupan dalam hati ( ar-ru’u, al-khaladu, al-khathiru), dan
perkataan dari belakang tabir, yaitu terdengarnya kalam (Firman) Allah dari
tempat yang tidak bisa dilihat, seperti seruan yang di dengar Nabi Musa a.s
dari belakang pohon kayu. Adapun macam wahyu yang ketiga ialah wahyu yang
dibawa atau dilemparkan oleh malaikat pembawa wahyu dalam rupa seorang
laki-laki, atau tidak berbentuk, tapi Rasulullah dapat mendengar wahyu itu
daripada-nya atau dapat menerima wahyu itu langsung dalam hatinya.
Keterangan mengenai wahyu (sebelum
dibedakan anatar wahyu dengan ilham)
mencangkup apa yang dinamakan oleh sementara orang dengan “wahyu’n-nafsiy”, yaitu ilham yang melimpah dari persediaan
(potensi yang tersedia) jiwa yang luhur, dan sebahagian sarjana Barat telah
menetapkan wahyu semacam itu bagi Nabi kita, Muhammad SAW., dan juga bagi yang
lainnya. Mereka berkata bahwa Muhammad itu mustahil berkata bohong tentang apa
yang diserukannya, berupa agama yang lurus, undang-undang yang adil dan
peradaban yang tinggi. Dan kalangan kaum cendekiawan Barat yang tidak percaya
akan alam gaib atau tidak percaya bisa bertemunya alam syahadah (nyata) dengan alam gaib, menggambarkan bahwa semua
pengetahuan Muhammad, semua buah fikiran dan harapan serta cita-citanya
melahirkan ilham yang tercurah dari akal batinnya atau dari jiwa rohaniahnya
yang tersembunyi dan tinggi kepada khayalannya yang luhur, dan kepercayaannya
itu memantul pada penglihatannya, maka ia melihat malaikat dalam keadaan
berbentuk, dan mengahafal apa yang dikatakan malaikat kepadanya.
Jadi perbedaan antara kita dengan mereka
itu tentang keadaan wahyu syar’i,
wahyu yang berisi hukum kagamaan, ialah bahwa menurut kita ia berasal dari luar
jiwa Nabi, yang turun kepada jiwa itu dari langit, sebagaimana kita yakini,
bukan berasal dari dalam jiwa itu, yang melimpah dari padanya, sebagaimana
anggapan mereka. Juga tentang adanya malaikat yang membwa turun wahyu dari sisi
Allah kepada Nabi SAW.,
sebagaimana firman Allah:
¼çm¯RÎ)urã@Í\tGs9Éb>utûüÏHs>»yèø9$#ÇÊÒËÈtAttRÏmÎ/ßyr9$#ßûüÏBF{$#ÇÊÒÌÈ4n?tãy7Î7ù=s%tbqä3tGÏ9z`ÏBtûïÍÉZßJø9$#ÇÊÒÍÈAb$|¡Î=Î/<cÎ1ttã&ûüÎ7BÇÊÒÎÈ
Artinya
: “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta
alam,Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.”(QS. Asy
Syu’araa’:192 s/d 195)
Merupakan perbedaan anatara kita dengan
mereka yang menganggap malaikat sebagai khayalan belaka.
B. Fenomena Wahyu dan Kemungkinan Terjadinya Pandanga
Psikologi dan Teknologi Modern
1. Menurut
Pandangan Psikologi
Kalau dikaitkan
antara psikologi dan Islam. Sangatlah bertolak belakang atau ada perbenturan
nilai (pandangan hidup) dalam memahami dunia psikologi. Jika dilihat dari
pemikiran barat dengan pandangannya kepada dunia psikologi. Serta pandangan
Islam terhadap dunia psikologi. Dalam pandangan barat tentang psikologi, harus
bersumber pada dua hal yaitu kegiatan empirik (observasi) dan logika (dapat
dianalisis lewat sebuah penelitian). Hal itu yang dinamakan sekulerisme.
Sedangkan pada pandangan Islam. Kajian psikologi harus berlandas pada tiga sumber
yaitu, empirik (observasi), logika/eksperimen (dapat dianalisis lewa sebuah
penelitian), dan tidak menyampingkan wahyu-wahyu dari Tuhan dan Rasulullah.
Contoh yaitu pada pandangan psikologi barat yang mengatakan homoseksual adalah
normal. Sedangkan pada pandangan Islam sendiri, homoseksual adalah abnormal.
Seperti yang
diketahui bahwa Islam berumber dari Khalik, kemudian menurunkan wahyu kepada
Rasulullah berupa Al-Qur’an dan Hadits, yang kemudian disebarkan kepada seluruh
manusia di bumi. Sumber-sumber ilahi inilah yang akan menghasilkan
way of life pada diri manusia, jika dipahami
dan dilaksanakan. Psikologi Islam sebagai kajian fenomena dalam sisi Islam.
Konsep dalam Islam memandang psikologi mencakup pembahasan mengenai fitrah,
qalbu, ruh, dan nafs. Sebab, kajian-kajian seperti itulah yang mengarah pada
bidang ke-ilmu-an psikologi.
2.
Menurut Pandangan Teknologi
Pandangan AlQur’an tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui
prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad
Saw. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
paling pemurah, Yang mengajar ( manusia ) dengan perantaraan Kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di ketahuinya”. (QS Al-’Alaq
[96]: 1-5).
Surat Al-Alaq 1-5 merupakan dasar sains
dan teknologi dalam Islam. Allah memerintahkan kita membaca, meneliti, mengkaji
dan membahas dengan kemampan intelektual. Surat ini merangsang daya kreativitas
untuk berinovasi, mengembangkan keimanan dengan rasio dan logika yang dimiliki
manusia. Kewajiban membaca dan menulis (memperdalam sains dengan meneliti)
menjadi interen Islam dan penguasaan, dan keberhasialan suatu penelitian atas
restu Allah.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa
yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama
bacaan tersebut bismi
Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’
berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah
alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun
yang tidak. Artinya, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat
dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu
pertama ini bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan
diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan
sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan
bahwa mengulang-ulang bacaan bismi
Rabbik akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan
baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga. Demikian pesan yang dikandung
Iqra’ wa rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah).
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran
diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu
Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan
mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah
mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar
tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari
satu sumber, yaitu Allah Swt. inilah yang disebut ilmu laduni.
Dalam ilmu pengetahuan kealaman atau sains
natural, orang mengumpulkan pengetahuan itu dengan mengadakan pengamatan atau
observasi, pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang
hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuhan, maupun yang tak bernyawa seperti
bintang, matahari, gunung, lautan, dan benda-benda yang mengelilingi kita. Secara lebih rinci
pengamatan-pengamatan benda disekitar kita dapat penulis paparkan pada bagian
hakikat ilmu pengetahuan. Dimana hakikat tersebut mempunyai keterpaduan antara
sains dengan Al qur’an.
C.
Cara Wahyu Allah Turun Kepada Malaikat
Dalam Al-Qur’an disebutkan mengenai
pembicaraan Allah kepada malaikat, seperti dalam firmannya yang terdapat dalam
Al Qur’an surah Al Baqarah/2:30
Ayat tersebut menunjukkan pembicaraan
Allah dengan malaikat pada zaman azzali, ketika Allah akan menciptakan manusia
dan malaikat protes kepada Allah, kemudian terjadilah dialog antara Allah dan
malaikat.Dari hal itu diketahui bahwa malaikat dapat mendengarkan pembicaraan
Allah. Maka kesimpulan sementara menggatakan bahwa cara Allah menurunkan wahyu
kepada malaikat adalah dengan berbicara dengan lafaz yang khusus kepada
malaikat, yang prosesnya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Dalam Al Qur’an juga menjelaskan bahwa
Al Qur’an berada di Lauh al-Mahfuz, sebagaimana firmannya dalam Al
Qur’an surah Al Buruj/85:21-22. Hal itu diperkuat oleh hadits
yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan dilangit dunia dengan keadaan satu
paket.
Dari ayat diatas , dapat ditarik
pemahaman bahwa jibril membawa wahyu dari Lauh al Mahfuz ke Bait al
Izzah yang berada dilangit dunia dalam keadaan satu paket, kemudian
menurunkannya ke Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Ini berarti Jibril
mengambil sendiri wahyu dari Lauh al
Mahfuz.
Maka Manna’ al-Khattan menyebutkan 3
pendapat mengenai cara Allah menyampaikan wahyu Al Qur’an kepada malaikat.
1.
Malaikat Jibril mendengarkan wahyu dari Allah dengan lafaz yang ditentukan.
2.
Malaikat Jibril menjaga wahyu tersebut dari Lauh al Mahfuz.
3.
Malaikat Jibril hanya diberi pengetahuan tentang maknanya oleh Allah, sedang
lafaznya dari jibril sendiri atau dari Nabi Muhammad SAW.
D. Cara
Wahyu Allah Turun kepada Rasul
Mimpi yang benar di dalam tidur,
sebagaimana dalam hadis, yakni ; Yahya bin Bukair memberitakan kepada kami, ia
berkata dari al-Laiś, dari Uqail, dari Ibn Syihab, dari Urwah bin al-Zubayr,
dari Asiyah Umm al-Mu’minīn, ia berkata : Sesunggungnya apa yang
mula-mula terjadi bagi Rasulullah saw adalah mimpi yang benar di waktu tidur.
Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi
hari. Dari hadits diatas, mimpi merupakan salah satu bentuk pewahyuan tanpa
melalui perantara.
Kemudian dihembuskan ke dalam jiwanya perkataan yang
dimaksudkan, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. al-Syura (42) ayat 52.
Allah membicarakan Nabi saw dari belakang hijab, baik dalam keadaan Nabi
saw sadar (jaga), sebagaimana yang terjadi pada malam isrā’, ataupun
dalam keadaan tidur
E. Cara
Penyampaian Wahyu oleh Malaikat kepada Rasul
Nabi Muhammad
SAW dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan,
diantaranya
1. Malaikat
memasukkan wahyu itu kedalam hatinya.
Dalam
hal ini Rasulullah tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa hal
itu sudah berada saja di dalam kalbunya. Mengenai hal itu Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan kedalam
kalbuku”.(surah As Syuara ayat 51).
2. Malaikat
menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan
kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata
itu.
3. Wahyu
datang kepada Nabi seperti gemerincingnya lonceng.
Cara
inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya
berpancaran keringat, meskipun turunya wahyu itu di musim dingin yang sangat.
Kadang-kadang unta beliau berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila
wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan olrh Zaid
bin Tsabit:” Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku
lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang
keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah
beliau kembali seperti biasa”.
4. Malaikat
menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki tapi
benar-benar seperti rupanya yang asli.
Hal ini tersebut dalam
Al Qur’an surah An Najm ayat 13 dan 14.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Quran sebagai wahyu Allah yang diturunkan dengan
cara dan penyampaian yang berbeda tapi memiliki maksud dan tujuan yang sama,
yaitu sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan manusia serta mempersiapakan
kehidupan di akhirat.
B.
Saran
Apabila
terdapat kesalahan pemahaman atau isi dan tata cara penulisan dalam makalah
yang telah kami buat, kami mengharap saran saudara agar dapat menjadi lebih
baik lagi. Kebenaran sesungguhnya hanya datang dari Allah, lalu kesalahan itu
jelas datangnya dari manusia sendiri.